Saturday 24 October 2015

Analisis Rohingya Case
(Dibuat untuk Press Release Ikatan Mahasiswa Hukum Internasional Juni 2015)

Rohingya yang Terapung-apung
Diskriminasi akibat tidak adanya kewarganegaraan terhadap Etnis Rohingnya seakan tidak pernah terselesaikan. Negara Myanmar beranggapan bahwa Etnis Rohingnya bukan merupakan bagian dari warga negaranya dan menganggap bahwa etnis tersebut ialah warga terselubung yang berasal dari negara tetangga yang bermigrasi kenegara Myanmar bagian utara. Tidak berkewarganegaraan, bahkan etnis tersebut tidak diakui di Myanmar.[1] Namun dilain hal, berbagai negara menganggap bahwa telah terjadi pemusnahan etnis Rohingnya secara terus menerus yang didasarkan pada kelompok minoritas tersebut menganut agama Islam, berbeda ras, warna kulit dll. Belum lagi anggapan dari beberapa negara bahwa telah terjadi pula pelanggaran HAM berat yang sangat memprihatinkan. Dengan tekanan yang bertubi-tubi, lambat laut etnis Rohingnya berlayar sebagai manusia perahu keberbagai negara untuk mencari suaka. Berbagai sikap dari negara-negara baik penolakan mapaun penerimaan atas dasar kemanusian didapati etnis Rohingya ketika berlayar.
Tinjauan dari Hak Asasi Manusia
Dalam kasus ini, termasuk dalam kejahatan genosida mencakup lima hal penting. Pertama, membunuh anggota suatu kelompok. Kedua, mengakibatkan penderitaan fisik atau mental berat terhadap anggota suatu kelompok. Ketiga, menciptakan keadaan kehidupan yang bertujuan untuk memusnahkan secara fisik, baik seluruh maupun sebagian anggota dari suatu kelompok. Keempat, memaksakan cara-cara yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok tersebut. Kelima, memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.  
Dalam kasus ini, kelima hal tersebut terjadi dan dirasakan oleh pengungsi Rohingya.

Muslim Rohingya mengalami serangkaian pembantaian dan pembakaran. Selain itu, merka juga mengalami penjarahan, pembatasan kelahiran, dan penangkapan yang berangsung secara massif. Hal tersebut menyebabkan eksodus besar-besaran setiap tahunnya.

Tindakan terhadap Muslim Rohingya Myanmar tersebut diduga sangat kuat merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM berat yaitu genosida[2]

Dalam Statuta Roma dijelaskan mengenai definisi dari Pelanggaran HAM berat yakni Artikel 5 : The Most Serioust Crimes of concern to the international community as a whole this statue with respect to the following crimes:
1.       The crime of genocide
2.       Crimest against humanity
3.       War crimes
4.       The Crime of aggression
Namun perlu diketahui bahwa Myanmar sampai saat ini belum meratifikasi Statuta Roma sehingga tidak dapat dikenakan sanksi berdasarkan Statuta Roma.
Dilain hal, terdapat Treaty based mechanism yang merupakan mekanisme yang berbasis pada perjanjian internasional dimana negara peserta suatu perjanjian internasional dapat dikenakan sanksi oleh komite dalam perjanjian internasional tersebut. Sayangnya, sejumlah perjanjian pokok HAM internasional terkait diskriminasi rasial seperti ICCPR, ICESCR, dan ICERD tidak diratifikasi oleh Myanmar, sehingga mekanisme ini tidak dapat diterapkan kepada negara yang berlokasi di Asia Tenggara ini. Berdasarkan mekanisme ini, Myanmar sebagai negara pihak dalam CEDAW dan CRC dapat dikenakan sanksi dari kedua komite tersebut, namun hanya terbatas dalam isu perempuan dan anak-anak saja, jadi tidak mencakup etnik Rohingya secara keseluruhan[3]

Partisipasi dari Negara-negara ASEAN
Kita menyadari bahwa penyelesaian masalah etnis rohingnya yang berlayar menjadi pengungsi keberbagai negara tidak dapat dicapai hanya dengan usaha tunggal dari satu negara dikarenakan menyangkut masalah kedaulatan berbagai negara yang didatangi etnis Rohingya. Selain itu, krisis Rohingya adalah salah satu yang mempengaruhi tidak hanya Myanmar, tapi semua ASEAN juga. Sebagai negara yang bergabung dalam ASEAN, Indonesia, Malaysia dan Thailand ialah negara yang paling mencolok bersuara dalam penyelesaian masalah etnis Rohingya. Ketiga negara mengambil tindakan untuk mendukung PBB agar dapat memberikan solusi agar etnis Rohingnya dapat hidup dengan manusiawi atas dasar kemanusiaan “Indonesia dan Malaysia sepakat untuk terus memberikan bantuan kemanusiaan kepada tujuh ribu migran gelap di laut,” kata Menteri Luar Negeri Malaysia, Anifah Aman usai tiga negara yakni Indonesia, Malaysia dan Thailand melakukan pertemuan terkait krisis kemanusiaan, Rabu (20/5) di Kuala Lumpur[4]
Thailand sendiri berkomitmen akan memberikan bantuan kemanusiaan kepada etnis Rohingnya yang terapung dilaut, namun sayangnya enggan memberikan penampungan karena merasa terbebani akan banyaknya migran tersebut. Apa yang telah diperbuat ketiga negara tersebut merupakan pelopor bagi negara ASEAN lainnya untuk menyelesaikan masalah ini secara bersama-sama. Namun, solusi ini ialah sementara karena ketiga negara hanya memberikan waktu 1 tahun.
Urgensi Penyelesaian dari Berbagai Pihak
Negara-negara didunia terutama ASEAN harus turut berpartisipasi membantu dalam penyelesaian ini dan memiliki solusi yang konkrit dan berkelanjutan sehingga permasalahan yang telah berlangsung bertahun-tahun ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu berikut solusi penyelesaiannya:
1. Negara-negara yang terkait dengan imigran harus bekerja sama "untuk memerangi penyelundupan dan perdagangan manusia untuk mencegah migrasi skala besar di Asia Tenggara"
2. ASEAN berkomitmen untuk menyediakan bantuan kemanusiaan dan mendesak masyarakat internasional untuk memberikan bantuan kemanusiaan dan mendesak masyarakat internasional untuk memberikan perlindungan terhadap imigran ilegal terpaut di laut
3. Perlindungan terhadap imigran ilegal di laut berdasarkan atas dasar pembagian beban internasional dan sesuai dengan hukum nasional masing-masing negara.
4. Perlu untuk pembentukan solusi jangka menengah dan solusi jangka panjang yang berkelanjutan untuk menangani kasus imigran ilegal.
5. Negara asal, transit dan negara tujuan, dan komunitas internasional harus bekerja secara kolektif untuk memecahkan masalah ini sehingga tidak menjadi beban satu negara.
6. Pertemuan rutin untuk membahas kemajuan kerjasama regional dalam mencegah dan memecahkan masalah imigran ilegal di Asia Tenggara dalam beton dan berkelanjutan.
Oleh karena itu, Kita menyadari bahwa pemecahan masalah pengungsi etnis Rohingya yang berlayar ke dalam setiap aspek negara tidak dapat dicapai hanya dengan upaya tunggal dari negara, karena Mengingat kebutuhan internasional secara keseluruhan menyadari masalah ini harus diselesaikan bersama-sama. Komunitas Internasional dan negara-negara terutama ASEAN harus berpartisipasi untuk membantu dalam penyelesaian ini dan memiliki solusi konkret dan berkelanjutan untuk masalah yang telah berlangsung selama bertahun-tahun ini dapat diselesaikan
(Oleh Kania Rahma Nureda-2012)



[1] Burma Citizenship Law 1982
[2] http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/05/29/np3n07-aksi-biksu-ashin-wirathu-terhadap-warga-rohingya-bentuk-genosida
[3] file:///C:/Users/USER/Downloads/13087-24254-1-SM.pdf
[4] http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/05/20/nongc5-pengungsi-rohingya-akan-disebar-ke-rimalaysia

No comments:

Post a Comment