Analisis Rohingya Case
(Dibuat untuk Press Release Ikatan Mahasiswa Hukum Internasional Juni 2015)
Rohingya yang Terapung-apung
Diskriminasi
akibat tidak adanya kewarganegaraan terhadap Etnis Rohingnya seakan tidak
pernah terselesaikan. Negara Myanmar beranggapan bahwa Etnis Rohingnya bukan
merupakan bagian dari warga negaranya dan menganggap bahwa etnis tersebut ialah
warga terselubung yang berasal dari negara tetangga yang bermigrasi kenegara Myanmar
bagian utara. Tidak berkewarganegaraan, bahkan etnis tersebut tidak diakui di Myanmar.[1]
Namun dilain hal, berbagai negara menganggap bahwa telah terjadi pemusnahan
etnis Rohingnya secara terus menerus yang didasarkan pada kelompok minoritas
tersebut menganut agama Islam, berbeda ras, warna kulit dll. Belum lagi
anggapan dari beberapa negara bahwa telah terjadi pula pelanggaran HAM berat
yang sangat memprihatinkan. Dengan tekanan yang bertubi-tubi, lambat laut etnis
Rohingnya berlayar sebagai manusia perahu keberbagai negara untuk mencari
suaka. Berbagai sikap dari negara-negara baik penolakan mapaun penerimaan atas
dasar kemanusian didapati etnis Rohingya ketika berlayar.
Tinjauan dari Hak Asasi Manusia
Dalam
kasus ini, termasuk dalam kejahatan genosida mencakup lima hal penting.
Pertama, membunuh anggota suatu kelompok. Kedua, mengakibatkan penderitaan
fisik atau mental berat terhadap anggota suatu kelompok. Ketiga, menciptakan
keadaan kehidupan yang bertujuan untuk memusnahkan secara fisik, baik seluruh
maupun sebagian anggota dari suatu kelompok. Keempat, memaksakan cara-cara yang
bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok tersebut. Kelima, memindahkan secara
paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Dalam kasus ini, kelima hal tersebut terjadi dan dirasakan oleh pengungsi Rohingya.
Muslim Rohingya mengalami serangkaian pembantaian dan pembakaran. Selain itu, merka juga mengalami penjarahan, pembatasan kelahiran, dan penangkapan yang berangsung secara massif. Hal tersebut menyebabkan eksodus besar-besaran setiap tahunnya.
Tindakan terhadap Muslim Rohingya Myanmar tersebut diduga sangat kuat merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM berat yaitu genosida[2]
Dalam kasus ini, kelima hal tersebut terjadi dan dirasakan oleh pengungsi Rohingya.
Muslim Rohingya mengalami serangkaian pembantaian dan pembakaran. Selain itu, merka juga mengalami penjarahan, pembatasan kelahiran, dan penangkapan yang berangsung secara massif. Hal tersebut menyebabkan eksodus besar-besaran setiap tahunnya.
Tindakan terhadap Muslim Rohingya Myanmar tersebut diduga sangat kuat merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM berat yaitu genosida[2]
Dalam Statuta Roma
dijelaskan mengenai definisi dari Pelanggaran HAM berat yakni Artikel 5 : The
Most Serioust Crimes of concern to the international community as a whole this
statue with respect to the following crimes:
1. The crime of genocide
2. Crimest against humanity
3. War crimes
4. The Crime of aggression
Namun
perlu diketahui bahwa Myanmar sampai saat ini belum meratifikasi Statuta Roma
sehingga tidak dapat dikenakan sanksi berdasarkan Statuta Roma.
Dilain
hal, terdapat Treaty based mechanism yang merupakan mekanisme yang berbasis
pada perjanjian internasional dimana negara peserta suatu perjanjian
internasional dapat dikenakan sanksi oleh komite dalam perjanjian internasional
tersebut. Sayangnya, sejumlah perjanjian pokok HAM internasional terkait
diskriminasi rasial seperti ICCPR, ICESCR, dan ICERD tidak diratifikasi oleh
Myanmar, sehingga mekanisme ini tidak dapat diterapkan kepada negara yang
berlokasi di Asia Tenggara ini. Berdasarkan mekanisme ini, Myanmar sebagai
negara pihak dalam CEDAW dan CRC dapat dikenakan sanksi dari kedua komite
tersebut, namun hanya terbatas dalam isu perempuan dan anak-anak saja, jadi
tidak mencakup etnik Rohingya secara keseluruhan[3]
Partisipasi
dari Negara-negara ASEAN
Kita
menyadari bahwa penyelesaian masalah etnis rohingnya yang berlayar menjadi
pengungsi keberbagai negara tidak dapat dicapai hanya dengan usaha tunggal dari
satu negara dikarenakan menyangkut masalah kedaulatan berbagai negara yang
didatangi etnis Rohingya. Selain itu, krisis Rohingya adalah salah satu yang
mempengaruhi tidak hanya Myanmar, tapi semua ASEAN juga. Sebagai negara yang
bergabung dalam ASEAN, Indonesia, Malaysia dan Thailand ialah negara yang
paling mencolok bersuara dalam penyelesaian masalah etnis Rohingya. Ketiga
negara mengambil tindakan untuk mendukung PBB agar dapat memberikan solusi agar
etnis Rohingnya dapat hidup dengan manusiawi atas dasar kemanusiaan “Indonesia
dan Malaysia sepakat untuk terus memberikan bantuan kemanusiaan kepada tujuh
ribu migran gelap di laut,” kata Menteri Luar Negeri Malaysia, Anifah Aman usai
tiga negara yakni Indonesia, Malaysia dan Thailand melakukan pertemuan terkait krisis
kemanusiaan, Rabu (20/5) di Kuala Lumpur[4]
Thailand sendiri berkomitmen
akan memberikan bantuan kemanusiaan kepada etnis Rohingnya yang terapung dilaut,
namun sayangnya enggan memberikan penampungan karena merasa terbebani akan
banyaknya migran tersebut. Apa yang telah diperbuat ketiga negara tersebut
merupakan pelopor bagi negara ASEAN lainnya untuk menyelesaikan masalah ini
secara bersama-sama. Namun, solusi ini ialah sementara karena ketiga negara hanya
memberikan waktu 1 tahun.
Urgensi Penyelesaian dari Berbagai Pihak
Negara-negara
didunia terutama ASEAN harus turut berpartisipasi membantu dalam penyelesaian
ini dan memiliki solusi yang konkrit dan berkelanjutan sehingga permasalahan
yang telah berlangsung bertahun-tahun ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu
berikut solusi penyelesaiannya:
1. Negara-negara
yang terkait dengan imigran harus bekerja sama "untuk memerangi penyelundupan
dan perdagangan manusia untuk mencegah migrasi skala besar di Asia
Tenggara"
2. ASEAN
berkomitmen untuk menyediakan bantuan kemanusiaan dan mendesak masyarakat
internasional untuk memberikan bantuan kemanusiaan dan mendesak masyarakat
internasional untuk memberikan perlindungan terhadap imigran ilegal terpaut di
laut
3. Perlindungan
terhadap imigran ilegal di laut berdasarkan atas dasar pembagian beban
internasional dan sesuai dengan hukum nasional masing-masing negara.
4. Perlu untuk
pembentukan solusi jangka menengah dan solusi jangka panjang yang berkelanjutan
untuk menangani kasus imigran ilegal.
5. Negara asal,
transit dan negara tujuan, dan komunitas internasional harus bekerja secara
kolektif untuk memecahkan masalah ini sehingga tidak menjadi beban satu negara.
6. Pertemuan rutin
untuk membahas kemajuan kerjasama regional dalam mencegah dan memecahkan
masalah imigran ilegal di Asia Tenggara dalam beton dan berkelanjutan.
Oleh karena itu, Kita
menyadari bahwa pemecahan masalah pengungsi etnis Rohingya yang berlayar ke
dalam setiap aspek negara tidak dapat dicapai hanya dengan upaya tunggal dari
negara, karena Mengingat kebutuhan internasional secara keseluruhan menyadari
masalah ini harus diselesaikan bersama-sama. Komunitas Internasional dan
negara-negara terutama ASEAN harus berpartisipasi untuk membantu dalam
penyelesaian ini dan memiliki solusi konkret dan berkelanjutan untuk masalah
yang telah berlangsung selama bertahun-tahun ini dapat diselesaikan
(Oleh Kania Rahma
Nureda-2012)
[1] Burma Citizenship Law 1982
[2] http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/05/29/np3n07-aksi-biksu-ashin-wirathu-terhadap-warga-rohingya-bentuk-genosida
[3] file:///C:/Users/USER/Downloads/13087-24254-1-SM.pdf
[4] http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/05/20/nongc5-pengungsi-rohingya-akan-disebar-ke-rimalaysia
No comments:
Post a Comment